Jumat, 31 Agustus 2012

Hukum Pengadaan Barang dan Jasa


Selayang Pandang Pengadaan Barang/ Jasa Dengan Cara Swakelola
Oleh: Tahegga Primananda Alfath, S.H.
A.    Pengertian
Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa menurut Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah (Perpres 54/2010) Pasal 3 dilakukan melalui Swakelola dan/ atau pemilihan Penyedian Barang/ Jasa. Pengertian Swakelola berdasarkan Pasal 1 Angka 20 dan Pasal 26 Ayat (1) Perpes 54/ 2010 merupakan kegiatan Pengadaan Barang/ Jasa dimana pekerjaannya direncanakan, dikerjakan dan/ atau diawasi sendiri oleh K/L/D/I[1] sebagai penanggung jawab anggaran, instansi pemerintah lain dan/ atau kelompok masyarakat.

B.     Penyelenggara Pekerjaan Swakelola
Pekerjaan Swakelola dapat dilaksanakan oleh:[2]
1.      K/L/D/I Penanggungjawab Anggaran dengan ketentuan sebagai berikut:
a)    direncanakan, dikerjakan dan diawasi sendiri oleh K/L/D/I Penanggung Jawab Anggaran; dan
b)   mempergunakan pegawai sendiri, pegawai K/L/D/I lain dan/atau dapat menggunakan tenaga ahli.[3] Jumlah tenaga ahli sebagaiamana dimaksud tidak boleh melebihi 50% (Lima Puluh Persen) dari jumlah keseluruhan pegawai K/L/D/I yang terlibat dalam kegiatan Swakelola yang bersangkutan.[4]
2.      Instansi Pemerintah Lain Pelaksana Swakelola dengan ketentuan sebagai berikut:
a)      direncanakan dan diawasi oleh K/L/D/I Penanggung Jawab Anggaran; dan
b)     pelaksanaan pekerjaannya dilakukan oleh instansi pemerintah yang bukan Penanggung Jawab Anggaran.
3.      Kelompok Masyarakat dengan ketentuan sebagai berikut:
a)         direncanakan, dilaksanakan dan diawasi oleh Kelompok Masyarakat;
b)        sasaran ditentukan oleh K/L/D/I Penanggung Jawab Anggaran; dan
c)         pekerjaan utama dilarang untuk dialihkan kepada pihak lain (subkontrak).
C.    Jenis Pekerjaan Swakelola
Jenis pekerjaan yang dapat dilakukan dengan cara Swakelola adalah sebagai berikut:
1.      Pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan/atau memanfaatkan kemampuan teknis sumber daya manusia serta sesuai dengan tugas pokok K/L/D/I, contoh: bimbingan teknis, workshop, dan lain-lain;
2.  Pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi langsung masyarakat setempat, contoh: perbaikan pintu irigasi/ pintu pengendalian banjir, dan lain-lain;
3.   Pekerjaan yang dilihat dari segi besaran, sifat, lokasi atau pembiayaannya tidak diminati oleh Penyedia Barang/Jasa, contoh: pemeliharaan rutin (skala kecil, sederhana), penanaman gebalan rumput dan lain-lain;
4.   Pekerjaan yang secara rinci/detail tidak dapat dihitung/ditentukan terlebih dahulu, sehingga apabila dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa akan menimbulkan ketidakpastian dan resiko yang besar. Contoh: pengangkutan/pengerukan sampah pada instalasi pompa, penimbunan daerah rawa dan lain-lain;
5.      Penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya atau penyuluhan, contoh: pelatihan keahlian/keterampilan, kursus pengadaan barang/jasa pemerintah dan lain-lain;
6.   Pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project) dan survey yang bersifat khusus untuk pengembangan teknologi/metode kerja yang belum dapat dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa, contoh: prototipe rumah tahan gempa, prototipe sumur resapan, dan lain-lain;
7.      Pekerjaan survey, pemrosesan data, perumusan kebijakan pemerintah, pengujian di laboratorium dan pengembangan sistem tertentu; contoh: penyusunan/pengembangan peraturan perundang-undangan dan lain-lain;
8.  Pekerjaan yang bersifat rahasia bagi K/L/D/I yang bersangkutan, contoh: pencetakan ijazah, pembangunan bangunan rahasia, dan lain-lain;
9.   Pekerjaan Industri Kreatif, inovatif dan budaya dalam negeri, contoh: pembuatan film animasi, pembuatan permainan interaktif dan lain-lain;
10.  Penelitian dan pengembangan dalam negeri, contoh: penelitian konstruksi tahan gempa dan lain-lain; dan/atau
11. Pekerjaan pengembangan industri pertahanan, industri alutsista dan industri almatsus dalam negeri, contoh: pengembangan senjata keperluan militer dan lain-lain.

D.    Prosedur Swakelola
Dalam Pasal 26 Ayat (3) Perpres 54/2010 dinyatakan bahwa prosedur Swakelola itu meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, penyerahan, pelaporan, dan pertanggungjawaban pekerjaan.
1.      Kegiatan Perencanaan
Kegiatan perencanaan Swakelola meliputi:[5]
a.   penetapan sasaran, rencana kegiatan dan jadwal pelaksanaan;
b.  penyusunan jadwal pelaksanaan dengan mempertimbangkan waktu yang cukup bagi pelaksanaan pekerjaan/ kegiatan. Penyusunan jadwal kegiatan Swakelola dilakukan dengan mengalokasikan waktu untuk proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, penyerahan dan pelaporan pekerjaan;
c. perencanaan teknis dan penyiapan metode pelaksanaan yang tepat agar diperoleh rencana keperluan tenaga, bahan dan peralatan yang sesuai;
d.  penyusunan rencana keperluan tenaga, bahan dan peralatan secara rinci serta dijabarkan dalam rencana kerja bulanan, rencana kerja mingguan dan/atau rencan kerja harian; dan
e.   penyusunan rencana total biaya secara rinci dalam rencana biaya bulanan dan/atau biaya mingguan yang tidak melampaui Pagu Anggaran yang telah ditetapkan dalam dokumen anggaran.
Perencanaan kegiatan Swakelola dapat dilakukan dengan memperhitungkan tenaga ahli/peralatan/bahan tertentu yang dilaksanakan dengan Kontrak/Sewa tersendiri. Kegiatan perencanaan Swakelola dimuat dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK).[6] Perencanaan kegiatan Swakelola yang diusulkan dan dilaksanakan oleh Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola, ditetapkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)[7] setelah melalui proses evaluasi. Pengguna Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA)[8] bertanggung jawab terhadap penetapan Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola termasuk sasaran, tujuan dan besaran anggaran Swakelola. PA/KPA dapat mengusulkan standar biaya untuk honorarium pelaksana Swakelola kepada Menteri Keuangan/Kepala Daerah. Masa Kadaluwarsa Swakelola adalah dapat dilaksanakan melebihi 1 (satu) Tahun Anggaran.
2.      Pelaksanaan Swakelola
Pelaksanaan Swakelola Terbagi menjadi 3 (tiga) pelaksanaan, oleh K/L/D/I selaku Penanggung Jawab Anggaran, oleh Instansi Pemerintah lain pelaksana Swakelola, oleh Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola.
Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola oleh K/L/D/I selaku Penanggung Jawab Anggaran dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:[9]
a.    pengadaan bahan/barang, Jasa Lainnya, peralatan/suku cadang dan tenaga ahli dilakukan oleh ULP/Pejabat Pengadaan;
b.    pengadaan sebagaimana dimaksud pada huruf a berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Presiden ini;
c.    pembayaran upah tenaga kerja yang diperlukan dilakukan secara berkala[10] berdasarkan daftar hadir pekerja atau dengan cara upah borongan;
d.   pembayaran gaji tenaga ahli yang diperlukan dilakukan berdasarkan Kontrak;
e.    penggunaan tenaga kerja, bahan dan/atau peralatan dicatat setiap hari dalam laporan harian;
f.     pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan Uang Persediaan (UP)/Uang Muka kerja atau istilah lain yang disamakan dilakukan oleh Instansi Pemerintah pelaksana Swakelola;
g.    UP/Uang Muka kerja atau istilah lain yang disamakan, dipertanggungjawabkan secara berkala maksimal secara bulanan;
h.    kemajuan fisik dicatat setiap hari dan dievaluasi setiap minggu yang disesuaikan dengan penyerapan dana;
i.      kemajuan non fisik atau perangkat lunak dicatat dan dievaluasi setiap bulan yang disesuaikan dengan penyerapan dana; dan
j.      pengawasan pekerjaan fisik di lapangan dilakukan oleh pelaksana yang ditunjuk oleh PPK, berdasarkan rencana yang telah ditetapkan.

Pengadaan melalui Swakelola oleh Instansi Pemerintah lain pelaksana Swakelola dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:[11]
a.  Pelaksanaan dilakukan berdasarkan Kontrak antara PPK pada K/L/D/I Penanggung Jawab Anggaran dengan pelaksana Swakelola pada Instansi Pemerintah lain pelaksana Swakelola.[12]
b.   pengadaan bahan, Jasa Lainnya, peralatan/suku cadang dan tenaga ahli yang diperlukan dilakukan oleh ULP/Pejabat Pengadaan pada Instansi Pemerintah lain pelaksana Swakelola;
c.  pengadaan sebagaimana dimaksud pada huruf b berpedoman pada ketentuan dalam Perpres 54/2010;
d.   pembayaran upah tenaga kerja yang diperlukan dilakukan secara harian berdasarkan daftar hadir pekerja atau dengan cara upah borongan;
e.    pembayaran imbalan tenaga ahli yang diperlukan dilakukan berdasarkan Kontrak;
f.  penggunaan tenaga kerja, bahan/barang dan/atau peralatan dicatat setiap hari dalam laporan harian;
g. kemajuan fisik dicatat setiap hari dan dievaluasi setiap minggu yang disesuaikan dengan penyerapan dana oleh Instansi Pemerintah lain pelaksana Swakelola;
h.  kemajuan non fisik atau perangkat lunak dicatat dan dievaluasi setiap bulan yang disesuaikan dengan penyerapan dana oleh Instansi Pemerintah lain pelaksana Swakelola; dan
i.    pengawasan pekerjaan fisik di lapangan dilaksanakan oleh pihak yang ditunjuk PPK pada K/L/D/I Penanggung Jawab Anggaran, berdasarkan rencana yang telah ditetapkan.

Pengadaan secara Swakelola oleh Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:[13]
a.   pelaksanaan Swakelola oleh Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola dilakukan berdasarkan Kontrak antara PPK pada K/L/D/I Penanggung Jawab Anggaran dengan Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola;[14]
b. pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa hanya diserahkan kepada Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola yang mampu melaksanakan pekerjaan;
c. pengadaan Pekerjaan Konstruksi hanya dapat berbentuk rehabilitasi, renovasi dan konstruksi sederhana;[15]
d.  konstruksi bangunan baru yang tidak sederhana,[16] dibangun oleh K/L/D/I Penanggung Jawab Anggaran untuk selanjutnya diserahkan kepada kelompok masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
e.   pengadaan bahan/barang, Jasa Lainnya, peralatan/suku cadang dan tenaga ahli yang diperlukan dilakukan oleh Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengadaan dan etika pengadaan sebagaimana diatur dalam Perpres 54/ 2010;
f.     penyaluran dana kepada Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola dilakukan secara bertahap dengan ketentuan sebagai berikut:
1)  40% (empat puluh perseratus) dari keseluruhan dana Swakelola, apabila Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola telah siap melaksanakan Swakelola;
2)   30% (tiga puluh perseratus) dari keseluruhan dana Swakelola, apabila pekerjaan telah mencapai 30% (tiga puluh perseratus); dan
3)   30% (tiga puluh perseratus) dari keseluruhan dana Swakelola, apabila pekerjaan telah mencapai 60% (enam puluh perseratus).
g. pencapaian kemajuan pekerjaan dan dana Swakelola yang dikeluarkan, dilaporkan oleh Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola secara berkala kepada PPK;
h.   pengawasan pelaksanaan pekerjaan dilakukan oleh Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola; dan
i.     pertanggungjawaban pekerjaan/kegiatan Pengadaan disampaikan kepada K/L/D/I pemberi dana Swakelola sesuai ketentuan perundang-undangan.
3.      Pengawasan, Pelaporan, dan Pertangungjawaban Swakelola.
Pengawasan, Pelaksanaan Swakelola diawasi oleh Penanggung Jawab Anggaran atau oleh Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola. Pelaporan, Kemajuan pelaksanaan pekerjaan dan penggunaan keuangan dilaporkan oleh pelaksana lapangan/Pelaksana Swakelola kepada PPK secara berkala. Laporan kemajuan realisasi fisik dan keuangan dilaporkan setiap bulan secara berjenjang oleh Pelaksana Swakelola sampai kepada PA/KPA. Pertangungjawaban Swakelola, Aparat Pengawas Intern Pemerintah atau pengawas intern pada institusi lain (APIP)[17] pada K/L/D/I Penanggung Jawab Anggaran melakukan audit terhadap pelaksanaan Swakelola.


Sumber:
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah.


[1] K/L/D/I merupakan kepanjangan dari Kementerian/ Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah/ Institusi lainnya, adalah instansi/ institusi yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/ atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). (Lihat dalam Pasal 1 Angka 2 Peraturan Prsiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah).
[2] Lihat Pasal 26 Ayat (4) Peraturan Prsiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah.
[3] Yang dimaksud dengan tenaga ahli adalah konsultan.
[4] Lihat Pasal 27 Ayat (2) Peraturan Prsiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah.
[5] Lihat Pasal 28 Ayat (1) Peraturan Prsiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah.
[6] Berdasarkan Pasal 22 Ayat (4) Peraturan Prsiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah. KAK paling sedikit memuat: uraian kegiatan yang akan dilaksanakan; waktu pelaksanaan yang diperlukan; spesifikasi teknis Barang/Jasa yang akan diadakan; dan besarnya total perkiraan biaya pekerjaan.
[7] Berdasarkan pasal 1 Angka 7 Peraturan Prsiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, PPK adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan barang/ jasa.
[8] Berdasarkan Pasal 1 Angka 5 Peraturan Prsiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, Pengguna Anggaran (PA) adalah Pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/ Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada Institusi lain Pengguna APBN/APBD. Sedangkan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) berdasarkan Pasal 1 Angka 6 Peraturan Prsiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, adalah pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk menggunakan APBD.
[9] Lihat Pasal 29 Peraturan Prsiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah.
[10] Pembayaran secara berkala dapat dilakukan secara harian, mingguan, bulanan sesuai dengan kesepakatan kerja. Pembayaran dengan upah borongan dilakukan tanpa menggunakan daftar hadir sesuai dengan kesepakatan kerja
[11] Lihat Pasal 30 Peraturan Prsiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah.
[12] Kontrak antara PPK pada K/L/D/I Penanggung Jawab Anggaran dengan pelaksana Swakelola pada Instansi Pemerintah Lain Pelaksana Swakelola dapat didahului dengan Nota Kesepahaman antara K/L/D/I Penanggung Jawab Anggaran dengan Instansi Pemerintah Lain Pelaksana Swakelola.
[13] Lihat Pasal 31 Peraturan Prsiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah.
[14] Kontrak antara PPK pada K/L/D/I Penanggung Jawab Anggaran dengan Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola dapat didahului dengan Nota Kesepahaman antara K/L/D/I Penanggung Jawab Anggaran dengan Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola.
[15] Yang dimaksud dengan rehabilitasi, renovasi dan konstruksi sederhana antara lain pengecatan, pembuatan/ pengerasan jalan lingkungan.
[16] Bangunan baru yang tidak sederhana antara lain konstruksi bangunan gedung yang melebihi 1 (satu) lantai.
[17] Berdasarkan Pasal 1 Angka 11 Peraturan Prsiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah. APIP adalah aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi.

Pemetaan Sumber Daya Alam Kabupaten Sidoarjo


Pemetaan Sumber Daya Alam Kabupaten Sidoarjo
(Daerah SIBORIAN: Sidoarjo, Jabon, Krian)
Oleh: Tahegga Primananda Alfath

Kabupaten Sidoarjo terletak antara 112,5’ dan 112,9’ Bujur Timur dan antara 7,3’ dan 7,5’ Lintang Selatan. Batas sebelah utara adalah Kotamadya Surabaya dan Kabupaten Gresik, sebelah selatan adalah Kabupaten Pasuruan, sebelah timur adalah Selat Madura dan sebelah barat adalah Kabupaten Mojokerto. Topografi Kabupaten Sidoarjo merupakan Dataran Delta dengan ketinggian antar 0 s/d 25 meter, ketinggian 0-3 meter dengan luas 19.006 Ha, meliputi 29,99%, merupakan daerah pertambakkan yang berada di wilayah bagian timur. Wilayah bagian tengah yang berair tawar dengan ketinggian 3-10 meter dari permukaan laut merupakan daerah pemukiman, perdagangan dan pemerintahanmeliputi 40,81 %. Wilayah bagian barat dengan ketinggian 10-25 meter dari permukaan laut merupakan daerah pertanian, meliputi 29,20%.
Kondisi hidrogeologi Kabupaten Sidoarjo merupakan daerah air tanah, payau dan air asin yang mencapai luas 16.312.69 Ha. Kedalaman air tanahnya rata-rata 0-5 meter dari permukaan tanah. Dan kondisi hidrologi Kabupaten Sidoarjo, terletak di dua aliran sungai yaitu Kali Surabaya dan Kali Porong yang merupakan cabang dari Kali Berantas yang berhulu di Kabupaten Malang. Untuk struktur tanah Kabupaten Sidoarjo terdiri dari Alluvial kelabu seluas 6.236,37 Ha, Assosiasi Alluvial kelabu dan Alluvial Coklat seluas 4.970,23 Ha, Alluvial Hidromart seluas 29.346,95 Ha, dan Gromosal kelabu Tua Seluas 870,70 Ha.
Sejarah Kabupaten Sidoarjo bermula pada tahun 1019 - 1042 pada saat Kerajaan Jawa Timur diperintah oleh Raja Airlangga yang merupakan putra dari Puteri Mahandradata dan seorang Pangeran dari Bali yang bernama Udayana. Pada akhir masa pemerintahannya di tahun 1042, Raja Airlangga membagi kerajaan menjadi dua bagian kepada dua putranya yang bernama Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan, agar dikemudian hari tidak ada perebutan tahta dan permusuhan antar keduanya. Kedua putra tersebut masing-masing memerintah Kerajaan Kediri yang berpusat di Daha dan Kerajaan Jenggala yang berpusat di Kahuripan (yang diyakini merupakan daerah Sidoarjo). Kerajaan Kediri yang dipimpin Sri Samarawijaya memiliki hasil pertanian yang sangat besar dan upeti selalu mengalir banyak, akan tetapi semua hasil tersebut sulit diperdagangkan karena Kerajaan Kediri jauh dan tertutup dari laut yang merupakan sarana perdagangan pada masa itu. Lain halnya dengan Kerajaan Jenggala yang dipimpin Mapanji Garasakan terletak di daerah Delta Brantas yang meliputi seluruh pesisir Utara, Kerajaan Jenggala menguasai muara sungai besar dan bandar-bandar di tempat tersebut. Dari perbedaan dan persaingan di antara dua Kerajaan tersebut yang sudah berlangsung hingga sampai kurang lebih 90 tahun lamanya, maka timbullah peperangan besar diantara keduanya yang bertujuan saling memperebutkan bandar dan menuntut pengambil alihan Kerajaan Jenggala. Perang antara kedua Kerajaan tersebut berakhir dengan takluknya Kerajaan Jenggala pada tahun 1035 (menurut prasasti Ngantang) oleh Kerajaan Kediri yang pada saat itu dipimpin Sri Jayabhaya.
Kondisi geografis Kabupaten Sidoarjo yang strategis dan sejarah masa lalu memperlihatkan bahwa Sidoarjo menyimpan banyak potensi sumber daya alam dan potensi industrial/ perekonomian yang baik. Maka wajar jika Sidoarjo sebagai salah satu penyangga Ibukota Propinsi Jawa Timur.
Pada tanggal 28 Juli 2009 ditetapkannya Peraturan Daerah Sidoarjo Nomor 6 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009-2029 oleh Bupati saat itu Win Hendrarso.  Dalam Perda tersebut Pasal 68 dinyatakan bahwa Siborian termasuk menjadi salah satu kawasan strategis pembangunan perekonomian di Kabupaten Sidoarjo. Kemudian pada pasal 74 lebih lanjut dinyatakan bahwa Siborian adalah kependekan dari Kecamatan Sidoarjo, Kecamatan Jabon, dan By Pass Kecamatan Krian yang dikembangkan untuk kawasan industri dan perdagangan. Pengembangan kawasan tersebut meliputi: Kecamatan Sidoarjo yaitu berada di sepanjang Jalan Lingkar Timur Sidoarjo untuk pengembangan industri dan perdagangan; Kawasan Jabon akan dikembangkan kawasan mix use untuk kegiatan industri; dan pengembangan By Pass Krian untuk kawasan industri dan perdagangan. Kawasan mix use, merupakan penggunaan lahan campuran dimana terdapat beberapa kegiatan yang menjadi satu area yang berdekatan seperti permukiman, perdagangan dan jasa, pemerintahan serta industri yang terdapat pada satu lokasi
Siborian memiliki daya tarik bagi investasi usaha karena adanya potensi-potensi yang dimiliki oleh masing-masing kawasan industri tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa kedekatan Kabupaten Sidoarjo dengan ibukota provinsi Jawa Timur (yaitu Surabaya) merupakan daya tarik utama karena kota Surabaya memiliki hampir seluruh fasilitas yang dibutuhkan oleh industri, seperti besarnya jumlah konsumen produk industri, sumber-sumber daya yang diperlukan bagi industri (manusia, pembiayaan/ perbankan, mesin-mesin, dan sebagainya), serta adanya pelabuhan udara dan dermaga laut bagi kepentingan distribusi produk baik domestik maupun internasional.
Keterdekatan kawasan Siborian dengan kawasan industri lain (Surabaya Industrial Estate / SIER, Kawasan industri Ngoro, Pasuruan Industrial Estate Rembang / PIER) serta banyaknya industri-industri kecil penunjang di sekitar Kabupaten Sidoarjo dan Kota Surabaya juga menjadi daya tarik tersendiri, karena menyediakan bahan baku utama dan penunjang bagi kegiatan industri. Pengembangan lokasi usaha dan industri serta penanaman modal, khususnya sektor perdagangan dan industri manufaktur besar pada akhirnya merambah pada kawasan-kawasan yang berdekatan dengan ibukota provinsi. Dalam hal ini, Kabupaten Sidoarjo memiliki potensi yang sangat memadai guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan bagi suatu investasi. Kenyataan tersebut terbukti dengan semakin bertambahnya penanam modal baik penanam modal dalam negeri maupun penaman modal asing yang melakukan aktivitas usaha dan produksinya di wilayah Kabupaten Sidoarjo.
Kecamatan Krian jika dilihat dari potensi Sumber Daya Alamnya daerah tersebut juga sangat cocok untuk dikembangkan sebagai Kawasan Agropolitan Tanaman Pangan dan Holtikultura. Hal tersebut diperlihatkan dengan  kondisi Kawasan lahan sawah di Kecamatan Krian tergolong Luas, Lihat data berikut:
a.       Kecamatan Kecamatan Sidoarjo, seluas 149 Ha ;
b.      Kecamatan Candi, seluas 266 Ha ;
c.       Kecamatan Sukodono, seluas 600 Ha ;
d.      Kecamatan Tanggulangin, seluas 935 Ha ;
e.       Kecamatan Porong, seluas 554,23 Ha ;
f.       Kecamatan Tulangan, seluas 1.338,25 Ha ;
g.      Kecamatan Krembung, seluas 1.669,47 Ha ;
h.      Kecamatan Jabon 369,40 Ha ;
i.        Kecamatan Krian, seluas 571 Ha ;
j.        Kecamatan Balongbendo, seluas 1.189,70 Ha ;
k.      Kecamatan Tarik, seluas 2.084 Ha ;
l.        Kecamatan Prambon, seluas 2.085 Ha ;
m.    Kecamatan Wonoayu, seluas 1733,02 Ha

Lihat juga data yang diambil dari Dinas Perternakan, Perkebunan dan Pertanian Kabupaten Sidoarjo Tahun 2010 berikut ini:
Kecamatan
Pekarangan
Tegal
Ladang
Padang Rumput
Sementara Tidak ditanami
Hutan Rakyat dan Hutan Negara
Sidoarjo
2,029.40
131.90
-
-
-
-
Jabon
423.73
180.28
-
-
269.58
552.15
Krian
1,313.66
33.20
-
-
-
-

Kecamatan
Perkebunan
Rawa
Tambak
Kolam
Luas Wilayah

Sidoarjo
65.10
-
3,088.20
-
5,856.83

Jabon
-
-
4,230.00
5.00
6,688.00

Krian
-
-
-
-
1,681.25

Sumber : Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Sidoarjo Tahun 2010


Sedangkan untuk Kecamatan Jabon lebih cocok untuk dikembangkan Kawasan Agropolitan Perikanan, Karena Potensi Sumber daya Alamnya banyak terkait, pertambakan dan Perairan. Berikut data yang bisa diliihat:
1. Kawasan konservasi dan resapan air Kabupaten Sidoarjo terletak:
a.       Kecamatan Sedati, seluas 978,33 Ha ;
b.      Kecamatan Buduran, seluas 536,90 Ha ;
c.       Kecamatan Sidoarjo, seluas 780,84 Ha ;
d.      Kecamatan Jabon, seluas 1.244,95 Ha ;

2. Sempadan pantai Kabupaten Sidoarjo terletak di :
a.       Kecamatan Sedati, seluas 185,73 Ha kearah darat dan seluas 742,92 Ha kearah laut ;
b.      Kecamatan Buduran, seluas 10,06 Ha kearah darat dan seluas 40,24 Ha kearah laut ;
c.       Kecamatan Sidoarjo, seluas 20,48 Ha kearah darat dan seluas 81,92 Ha kearah laut ;
d.      Kecamatan Jabon, seluas 125,66 Ha kearah darat dan seluas 502,64 Ha kearah laut.

3. Kawasan pantai berhutan bakau/mangrove Kabupaten Sidoarjo terletak di:
a.       Kecamatan Sedati, seluas 635,94 Ha ;
b.      Kecamatan Buduran, seluas 30,84 Ha ;
c.       Kecamatan Sidoarjo, seluas 64,74 Ha ;
d.      Kecamatan Jabon, seluas 314,21 Ha

4. Kawasan perikanan Kabupaten Sidoarjo, terdapat di:
a.       Kecamatan Waru, seluas 402,2 Ha ;
b.      Kecamatan Sedati, seluas 1919,13 Ha ;
c.       Kecamatan Buduran, seluas 1731,20 Ha ;
d.      Kecamatan Sidoarjo, seluas 3127,9 Ha ;
e.       Kecamatan Candi, seluas 1031,7 Ha ;
f.       Kecamatan Tanggulangin, seluas 496,6 Ha ;
g.      Kecamatan Porong, seluas 496,3 Ha ;
h.      Kecamatan Jabon, seluas 4144,1 Ha.