Rabu, 24 April 2013

‘GERBANG WIENDU’ Sebagai Upaya Kabupaten Sidoarjo Menuju Kota Minapolitan Dunia


      Oleh: Tahegga Primananda Alfath
      A.    Pendahuluan
Kabupaten Sidoarjo terletak antara 112,5’ dan 112,9’ Bujur Timur dan antara 7,3’ dan 7,5’ Lintang Selatan. Batas sebelah utara adalah Kotamadya Surabaya dan Kabupaten Gresik, sebelah selatan adalah Kabupaten Pasuruan, sebelah timur adalah Selat Madura dan sebelah barat adalah Kabupaten Mojokerto. Topografi Kabupaten Sidoarjo merupakan dataran delta dengan ketinggian antar 0 s/d 25 meter, ketinggian 0-3 meter dengan luas 19.006 Ha, meliputi 29,99%, merupakan daerah pertambakkan yang berada di wilayah bagian timur. Wilayah bagian tengah yang berair tawar dengan ketinggian 3-10 meter dari permukaan laut merupakan daerah pemukiman, perdagangan dan pemerintahanmeliputi 40,81 %. Wilayah bagian barat dengan ketinggian 10-25 meter dari permukaan laut merupakan daerah pertanian, meliputi 29,20%.
Kondisi hidrogeologi Kabupaten Sidoarjo merupakan daerah air tanah, payau dan air asin yang mencapai luas 16.312.69 Ha. Kedalaman air tanahnya rata-rata 0-5 meter dari permukaan tanah. Dan kondisi hidrologi Kabupaten Sidoarjo, terletak di dua aliran sungai yaitu Kali Surabaya dan Kali Porong yang merupakan cabang dari Kali Berantas yang berhulu di Kabupaten Malang. Untuk struktur tanah Kabupaten Sidoarjo terdiri dari Alluvial kelabu seluas 6.236,37 Ha, Assosiasi Alluvial kelabu dan Alluvial Coklat seluas 4.970,23 Ha, Alluvial Hidromart seluas 29.346,95 Ha, dan Gromosal kelabu Tua Seluas 870,70 Ha.
Sejarah Kabupaten Sidoarjo bermula pada tahun 1019 - 1042 pada saat Kerajaan Jawa Timur diperintah oleh Raja Airlangga yang merupakan putra dari Puteri Mahandradata dan seorang Pangeran dari Bali yang bernama Udayana. Pada akhir masa pemerintahannya di tahun 1042, Raja Airlangga membagi kerajaan menjadi dua bagian kepada dua putranya yang bernama Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan, agar dikemudian hari tidak ada perebutan tahta dan permusuhan antar keduanya. Kedua putra tersebut masing-masing memerintah Kerajaan Kediri yang berpusat di Daha dan Kerajaan Jenggala yang berpusat di Kahuripan (yang diyakini merupakan daerah Sidoarjo). Kerajaan Kediri yang dipimpin Sri Samarawijaya memiliki hasil pertanian yang sangat besar dan upeti selalu mengalir banyak, akan tetapi semua hasil tersebut sulit diperdagangkan karena Kerajaan Kediri jauh dan tertutup dari laut yang merupakan sarana perdagangan pada masa itu. Lain halnya dengan Kerajaan Jenggala yang dipimpin Mapanji Garasakan terletak di daerah Delta Brantas yang meliputi seluruh pesisir Utara, Kerajaan Jenggala menguasai muara sungai besar dan bandar-bandar di tempat tersebut. Dari perbedaan dan persaingan di antara dua Kerajaan tersebut yang sudah berlangsung hingga sampai kurang lebih 90 tahun lamanya, maka timbullah peperangan besar diantara keduanya yang bertujuan saling memperebutkan bandar dan menuntut pengambil alihan Kerajaan Jenggala. Perang antara kedua Kerajaan tersebut berakhir dengan takluknya Kerajaan Jenggala pada tahun 1035 (menurut prasasti Ngantang) oleh Kerajaan Kediri yang pada saat itu dipimpin Sri Jayabaya.
Kondisi geografis Kabupaten Sidoarjo yang strategis dan sejarah masa lalu, memperlihatkan bahwa Sidoarjo menyimpan banyak potensi sumber daya alam dan potensi industrial/ perekonomian yang baik, wajar jika Sidoarjo sebagai salah satu penyangga Ibukota Propinsi Jawa Timur. Maka dengan latar belakang ini Sidoarjo Go International adalah sebuah keniscayaan, hanya tinggal dibutuhkan suatu konsep yang sistematis dan terpadu untuk mengantarkannya ke posisi tersebut. Dalam tulisan ini penulis mencoba menawarkan Konsep ‘GERBANG WIENDU’ untuk mengantarkan Sidoarjo sebagai kota minapolitan dunia.

    B.   Konsep ‘GERBANG WIENDU’ (Gerakan Pembangunan Wisata dan Ekonomi Terpadu)     Menuju Sidoarjo Sebagai Kota Minapolitan Dunia.
’GERBANG WIENDU’ merupakan kepanjangan dari Gerakan Pembangunan Wisata dan Ekonomi Terpadu. Konsep tersebut berangkat dari sebuah konsep dasar ekowisata, yaitu merupakan konsep pengembangan pariwisata yang berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sehingga memberi manfaat ekonomi kepada masyarakat dan pemerintah setempat.[1] Sehingga ekowisata lebih diartikan sebagai manejemen lokal dalam pengelolaan wisata dengan mengedepankan kualitas integrasi pembangunan dan konservasi lingkungan hidup sebagai bentuk penghargaan terhadap kelestarian alam dan budaya.  
Penerapan ‘GERBANG WIENDU’ ini akan dilaksanakan pada daerah pesisir yang dimiliki oleh Kabupaten Sidoarjo. Dipilihnya daerah pesisir dikarenakan selama ini pembangunan wilayah pesisir masih dilakukan secara parsial dan sektoral, pendekatan sektoral yang dilakukan pada sektor kelautan ternyata belum mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya kelautan itu sendiri. Bahkan banyak kebijakan sektoral, yang karena kurang terpadunya perencanaan, menimbulkan banyak kerugian dan kerusakan lingkungan.[2] Pembangunan wilayah pesisir dan kelautan dengan menggunakan pendekatan wilayah terpadu sekurang-kurangnya memperhatikan enam aspek, yang merupakan pilar-pilar pembangunan wilayah sehingga harus diperhatian secara keseluruhan. Keenam aspek tersebut, yaitu: Aspek biofisik, aspek ekonomi, aspek sosial budaya, politik dan hankam, aspek kelembagaan, aspek lokasi dan aspek lingkungan.[3]
Daerah pesisir ini dipilih karena merupakan daerah yang paling dekat dengan Bandara Internasional Juanda yang selama ini menjadi gerbang utama masuknya wisatawan baik lokal maupun asing yang ingin berkunjung ke wilayah Jawa Timur. Selain itu ikon kota Agrowisata telah dimiliki oleh Malang dan Batu, sehingga akan menjadi daya tarik sendiri jika Sidoarjo menggunakan ikon Kota Minapolitan, yang mana hal tersebut belum dimiliki kota-kota lain di Jawa Timur.  Minapolitan adalah konsep pembangunan kelautan dan perikanan berbasis wilayah dengan pendekatan sistem manajemen kawasan dengan prinsip-prinsip: integrasi, efisiensi, kualitas, dan akselerasi.[4]
‘GERBANG WIENDU’ akan melalui tahapan-tahapan yang harus dilakukan agar nantinya menghasilkan out put yang diinginkan. Langkah pertama dari melakukan perencanaan ‘GERBANG WIENDU’ dengan perencanaan aspiratif yaitu memperhatikan enam aspek pembangunan wilayah pesisir yang sudah dipaparkan penulis sebelumnya. Setelah itu perencana harus menentukan latar belakang apa yang mendasari adanya ekowisata terpadu daerah pesisir ini sehingga jelas nanti tujuan yang akan dihasilkan. Setelah berhasil menentukan latar belakang dan menemukan permasalahan tujuan, dilanjutkan dengan melakukan analisis kebijakan yang memperhatikan: rencana pengelolan, rencana strategis, dan pembiayaan resmi. Setelah analisis kebijakan tersebut telah dilaksanakan barulah melakukan identifikasi kondisi awal wilayah dan sumber daya ekowisata daerah pesisir. Dari serangakaian awal tersebut, penulis menganalogikannya sebagai langkah fit and proper test.
           Langkah berikutnya adalah tahapan rekomendasi dari hasil fit and proper test tersebut dengan dilanjutkan dengan tahapan implementasi untuk ekowisata terbadu daerah pesisir. Agar implementasi dari ‘GERBANG WIENDU’ tidak keluar dari jalur yang telah ditentukan, maka penulis juga memasukan monitoring dan evaluasi sebagai mekanisme represif. Ketika seluruh mekanisme dipatuhi maka tujuan utama dari ‘GERBANG WIENDU’ yang diinginkan penulis: Memelihara atau meningkatkan intergritas ekosistem khususnya pada tanaman bakau yang ada di pesisir Sidoarjo, Meningkatkan kesejahteraan masyarakat kerana akan menumbuhkembangkan ekonomi masyarakat pesisir, mengembangkan dan menerapkan strategi yang preventif dan adaptif untuk menanggapi ancaman perubahan lingkungan global, dan yang paling utama akan mampu membawa Sidoarjo Go International dengan mengusung sumber daya lokalnya yang tidak terpikirkan sebelumnya. 

      C. Penutup 
              Gagasan Gerakan Pembangunan Wisata dan Ekonomi Terpadu (GERBANG WIENDU) yang ditawarkan penulis seyogyanya dapat dijadikan alternatif solusi dalam upaya Sidoarjo menuju Kota Minapolitan dunia. Penulis sangat yakin jika Pemerintah maupun stakeholder dari pusat sampai ke daerah mendukung secara penuh, penerapan model gerakan pembangunan wisata dan ekonomi terpadu daerah pesisir Sidoarjo dengan mengoptimalkan peran strategis pemerintah, akan meningkatkan kesejahteraan serta kebanggan bagi masyarakat Sidoarjo. Kemudian industri-industri lain misalnya Batik khas Sidoarjo, Brodir khas Sidoarjo, Kerajinan Tas, Jaket, Sepatu dan Sandal khas Sidoarjo, serta berbagai makanan olahan dari hasil tambak udang dan bandeng akan ikut mengalami peningkatan seiring dengan jumlah wisatawan yang terus bertambah. Selain itu kerusakan lingkungan tidak perlu dikhawatirkan karena ‘GERBANG WIENDU’ ini tentunya berbasis kepada penjagaan ekosistem lingkungan yang berkelanjutan.


[1] Luchman Hakim, Dasar - Dasar Ekowisata, Malang: Bayumedia, 2004, h. 53.
[2] Sugeng Budiharsono, Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan, Jakarta: Pradnya Paramita, 2005, h. 13.
[3] Ibid, h. 14.