Oleh: Tahegga Primananda Alfath
A.
Pendahuluan
Kabupaten Sidoarjo terletak antara 112,5’ dan 112,9’ Bujur Timur dan antara
7,3’ dan 7,5’ Lintang Selatan. Batas sebelah utara adalah Kotamadya Surabaya
dan Kabupaten Gresik, sebelah selatan adalah Kabupaten Pasuruan, sebelah timur
adalah Selat Madura dan sebelah barat adalah Kabupaten Mojokerto. Topografi
Kabupaten Sidoarjo merupakan dataran delta dengan ketinggian antar 0 s/d 25
meter, ketinggian 0-3 meter dengan luas 19.006 Ha, meliputi 29,99%, merupakan daerah pertambakkan yang berada
di wilayah bagian timur. Wilayah bagian tengah yang berair tawar dengan
ketinggian 3-10 meter dari permukaan laut merupakan daerah pemukiman, perdagangan dan
pemerintahan, meliputi 40,81 %. Wilayah bagian barat dengan ketinggian 10-25
meter dari permukaan laut merupakan daerah
pertanian, meliputi 29,20%.
Kondisi hidrogeologi Kabupaten Sidoarjo
merupakan daerah air tanah, payau dan air asin yang mencapai luas 16.312.69 Ha.
Kedalaman air tanahnya rata-rata 0-5 meter dari permukaan tanah. Dan kondisi
hidrologi Kabupaten Sidoarjo, terletak di dua aliran sungai yaitu Kali Surabaya
dan Kali Porong yang merupakan cabang dari Kali Berantas yang berhulu di Kabupaten
Malang. Untuk struktur tanah Kabupaten Sidoarjo terdiri dari Alluvial
kelabu seluas 6.236,37 Ha, Assosiasi Alluvial kelabu dan Alluvial Coklat seluas
4.970,23 Ha, Alluvial Hidromart seluas 29.346,95 Ha, dan Gromosal kelabu Tua
Seluas 870,70 Ha.
Sejarah Kabupaten Sidoarjo bermula pada tahun 1019 -
1042 pada saat Kerajaan Jawa Timur diperintah oleh Raja Airlangga yang
merupakan putra dari Puteri Mahandradata dan seorang Pangeran dari Bali yang
bernama Udayana. Pada akhir masa pemerintahannya di tahun 1042, Raja Airlangga
membagi kerajaan menjadi dua bagian kepada dua putranya yang bernama Sri
Samarawijaya dan Mapanji Garasakan, agar dikemudian hari tidak ada perebutan
tahta dan permusuhan antar keduanya. Kedua putra tersebut masing-masing
memerintah Kerajaan Kediri yang berpusat di Daha dan Kerajaan Jenggala yang
berpusat di Kahuripan (yang diyakini merupakan daerah Sidoarjo). Kerajaan
Kediri yang dipimpin Sri Samarawijaya memiliki hasil pertanian yang sangat
besar dan upeti selalu mengalir banyak, akan tetapi semua hasil tersebut sulit
diperdagangkan karena Kerajaan Kediri jauh dan tertutup dari laut yang
merupakan sarana perdagangan pada masa itu. Lain halnya dengan Kerajaan
Jenggala yang dipimpin Mapanji Garasakan terletak di daerah Delta Brantas yang
meliputi seluruh pesisir Utara, Kerajaan Jenggala menguasai muara sungai besar
dan bandar-bandar di tempat tersebut. Dari perbedaan dan persaingan di antara
dua Kerajaan tersebut yang sudah berlangsung hingga sampai kurang lebih 90
tahun lamanya, maka timbullah peperangan besar diantara keduanya yang bertujuan
saling memperebutkan bandar dan menuntut pengambil alihan Kerajaan Jenggala.
Perang antara kedua Kerajaan tersebut berakhir dengan takluknya Kerajaan
Jenggala pada tahun 1035 (menurut prasasti Ngantang) oleh Kerajaan Kediri yang
pada saat itu dipimpin Sri Jayabaya.
Kondisi geografis Kabupaten Sidoarjo yang
strategis dan sejarah masa lalu, memperlihatkan bahwa Sidoarjo menyimpan banyak
potensi sumber daya alam dan potensi industrial/ perekonomian yang baik, wajar
jika Sidoarjo sebagai salah satu penyangga Ibukota Propinsi Jawa Timur. Maka dengan latar
belakang ini Sidoarjo Go International
adalah sebuah keniscayaan, hanya tinggal dibutuhkan suatu konsep yang
sistematis dan terpadu untuk mengantarkannya ke posisi tersebut. Dalam tulisan
ini penulis mencoba menawarkan Konsep ‘GERBANG
WIENDU’ untuk mengantarkan Sidoarjo sebagai kota minapolitan dunia.
B. Konsep ‘GERBANG WIENDU’ (Gerakan Pembangunan Wisata
dan Ekonomi Terpadu) Menuju Sidoarjo Sebagai Kota Minapolitan Dunia.
’GERBANG WIENDU’
merupakan kepanjangan dari Gerakan
Pembangunan Wisata dan Ekonomi Terpadu. Konsep tersebut berangkat dari
sebuah konsep dasar ekowisata, yaitu merupakan konsep
pengembangan pariwisata yang berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung
upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sehingga memberi manfaat ekonomi
kepada masyarakat dan pemerintah setempat.[1]
Sehingga ekowisata lebih diartikan sebagai manejemen lokal dalam pengelolaan
wisata dengan mengedepankan kualitas integrasi pembangunan dan konservasi
lingkungan hidup sebagai bentuk penghargaan terhadap kelestarian alam dan
budaya.
Penerapan ‘GERBANG WIENDU’ ini akan dilaksanakan
pada daerah pesisir yang dimiliki oleh Kabupaten Sidoarjo. Dipilihnya daerah
pesisir dikarenakan selama ini pembangunan wilayah pesisir masih dilakukan
secara parsial dan sektoral, pendekatan sektoral yang dilakukan pada sektor
kelautan ternyata belum mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya kelautan
itu sendiri. Bahkan banyak kebijakan sektoral, yang karena kurang terpadunya
perencanaan, menimbulkan banyak kerugian dan kerusakan lingkungan.[2]
Pembangunan
wilayah pesisir dan kelautan dengan menggunakan pendekatan wilayah terpadu
sekurang-kurangnya memperhatikan enam aspek, yang merupakan pilar-pilar
pembangunan wilayah sehingga harus diperhatian secara keseluruhan. Keenam aspek
tersebut, yaitu: Aspek biofisik, aspek ekonomi, aspek sosial budaya, politik
dan hankam, aspek kelembagaan, aspek lokasi dan aspek lingkungan.[3]
Daerah pesisir ini
dipilih karena merupakan daerah yang paling dekat dengan Bandara Internasional
Juanda yang selama ini menjadi gerbang utama masuknya wisatawan baik lokal
maupun asing yang ingin berkunjung ke wilayah Jawa Timur. Selain itu ikon kota
Agrowisata telah dimiliki oleh Malang dan Batu, sehingga akan menjadi daya
tarik sendiri jika Sidoarjo menggunakan ikon Kota Minapolitan, yang mana hal
tersebut belum dimiliki kota-kota lain di Jawa Timur. Minapolitan adalah konsep pembangunan kelautan dan perikanan berbasis
wilayah dengan pendekatan sistem manajemen kawasan dengan prinsip-prinsip:
integrasi, efisiensi, kualitas, dan akselerasi.[4]
‘GERBANG WIENDU’
akan melalui tahapan-tahapan yang harus dilakukan agar nantinya menghasilkan out put yang diinginkan. Langkah pertama
dari melakukan perencanaan ‘GERBANG
WIENDU’ dengan perencanaan aspiratif yaitu memperhatikan enam aspek
pembangunan wilayah pesisir yang sudah dipaparkan penulis sebelumnya. Setelah
itu perencana harus menentukan latar belakang apa yang mendasari adanya
ekowisata terpadu daerah pesisir ini sehingga jelas nanti tujuan yang akan
dihasilkan. Setelah berhasil menentukan latar belakang dan menemukan
permasalahan tujuan, dilanjutkan dengan melakukan analisis kebijakan yang
memperhatikan: rencana pengelolan, rencana strategis, dan pembiayaan resmi.
Setelah analisis kebijakan tersebut telah dilaksanakan barulah melakukan
identifikasi kondisi awal wilayah dan sumber daya ekowisata daerah pesisir.
Dari serangakaian awal tersebut, penulis menganalogikannya sebagai langkah fit and proper test.
Langkah berikutnya
adalah tahapan rekomendasi dari hasil fit
and proper test tersebut dengan dilanjutkan dengan tahapan implementasi
untuk ekowisata terbadu daerah pesisir. Agar implementasi dari ‘GERBANG WIENDU’ tidak keluar dari jalur
yang telah ditentukan, maka penulis juga memasukan monitoring dan evaluasi
sebagai mekanisme represif. Ketika seluruh mekanisme dipatuhi maka tujuan utama
dari ‘GERBANG WIENDU’ yang
diinginkan penulis: Memelihara atau meningkatkan intergritas ekosistem
khususnya pada tanaman bakau yang ada di pesisir Sidoarjo, Meningkatkan
kesejahteraan masyarakat kerana akan menumbuhkembangkan ekonomi masyarakat
pesisir, mengembangkan dan menerapkan strategi yang preventif dan adaptif untuk
menanggapi ancaman perubahan lingkungan global, dan yang paling utama akan
mampu membawa Sidoarjo Go International dengan mengusung sumber daya lokalnya
yang tidak terpikirkan sebelumnya.
C. Penutup
Gagasan Gerakan Pembangunan Wisata dan Ekonomi Terpadu
(GERBANG WIENDU)
yang ditawarkan penulis seyogyanya dapat dijadikan alternatif solusi dalam
upaya Sidoarjo menuju Kota Minapolitan dunia. Penulis sangat yakin
jika Pemerintah maupun stakeholder
dari pusat sampai ke daerah mendukung secara penuh, penerapan model gerakan pembangunan
wisata dan ekonomi terpadu daerah pesisir Sidoarjo dengan mengoptimalkan peran strategis
pemerintah, akan meningkatkan
kesejahteraan serta kebanggan bagi masyarakat Sidoarjo. Kemudian industri-industri lain misalnya Batik khas
Sidoarjo, Brodir khas Sidoarjo, Kerajinan Tas, Jaket, Sepatu dan Sandal khas
Sidoarjo, serta berbagai makanan olahan dari hasil tambak udang dan bandeng
akan ikut mengalami peningkatan seiring dengan jumlah wisatawan yang terus
bertambah. Selain itu kerusakan lingkungan tidak perlu dikhawatirkan karena ‘GERBANG WIENDU’ ini tentunya berbasis
kepada penjagaan ekosistem lingkungan yang berkelanjutan.
[1] Luchman Hakim, Dasar - Dasar Ekowisata, Malang: Bayumedia,
2004, h. 53.
[2] Sugeng Budiharsono, Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir
dan Lautan, Jakarta: Pradnya Paramita, 2005, h. 13.
[3] Ibid, h. 14.
[4]
Diakses di http://dpd.go.id/2012/09/program-minapolitan-harapan-dan-dambaan-nelayan-daerah/
Pada Tanggal 14 Januari 2013.